Bannerad

Selasa, 26 Oktober 2010

Menjelaskan IQ EQ SQ dalam suatu peristiwa yang ada di kehidupan sehari-hari

        Gara-gara kesal kepada ibu kandungnya lantaran menganggu anaknya yang sedang tidur, seorang bapak beranak dua di Tasikmalaya, Jawa Barat, tega menganiaya ibu kandungnya sendiri dengan cara mencekik dan menusuk matanya menggunakan garpu. Akibatnya korban yang mengalami luka parah tewas ditempat kejadian. Saat polisi tiba di tempat kejadian perkara di rumahnya. Pada leher korban terdapat luka bekas cekikan dan pada punggungnya ditemukan luka bekas goresan benda tajam. Sedangkan kedua mata korban mengalami luka sangat parah akibat ditusuk garpu tanah oleh tersangka, yang merupakan anak kandungnya.
        Sebagai pelaku penganiayaan yang berakhir dengan kematian korban ditangkap polisi di rumahnya. Tersangka mengatakan, tega menganiaya ibu kandungnya sendiri lantaran kesal terhadap korban yang karena sering menganggu anak laki-lakinya yang masih berusia 2 tahun pada saat sedang tidur.
Tersangka kemudian dijebloskan kedalam tahanan dan dijerat dengan Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 15 tahun penjara. 
         Dari kejadian diatas menceritakan, seorang anak yang tega membunuh ibu kandungnya lantaran menganggu anaknya yang berumur 2 tahun sedang tertidur. Bapak tersebut tidak memiliki IQ, EQ dan SQ, yang mana perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin di pisah-pisahkan fungsinya. Sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. Bapak tersebut tidak memiliki IQ yaitu "Intelligence Quotient", yang mengatur tingkat kecerdasan atau pemikiran bapak tersebut, Dia juga tidak memiliki EQ yaitu "Emotional  Quotient", yang mana tidak dapat menggontrol emosi yaitu amarah terhadap ibu kandungnya tersebut sehingga muncul tindakan yang keji yaitu membunuh ibu kandungnnya sendiri. Dan juga tidak memiliki SQ yaitu "Spritual Quotiens", yang mana Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna yang positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya, sedangkan bapak tersebut tidak memilikinya. Jadi IQ, EQ dan SQ haruslah “Balance”